Selasa, 20 Desember 2016

Adab menggunakan HP dalam islam

Edit Posted by with No comments
 Jangan menggunakan ponsel pada saat berada di majelis ilmu atau masjid. Hal itu bisa mengurangi wibawa majelis dan mengganggu orang yang sedang menuntut ilmu
Hidayatullah.com—Tak ada satu agama di dunia ini yang begitu memperhatikan umatnya dalam masalah adab, etika, bahkan terhadap hal-hal sekecil pun, kecuali agama Islam. Bahkan untuk berbicara dan menelepon terhadap lawan bicara, para ulama telah menggariskan beberapa landasan dan adab-adabnya.
Sesungguhnya pesawat telepon dengan segala kemudahannya telah memegang peran yang sangat penting dan memberikan jasa yang besar berupa penghematan banyak hal, baik waktu, biaya, dan transportasi.
Para ulama pun telah membahas masalah telepon ini beserta adab-adab dalam menggunakan perangkat ini. Hal-hal apa saja yang perlu dijaga dan penting untuk diperhatikan. Seorang di antaranya, Syaikh Dr. Bakar Abu Zaid. Beliau menulis sebuah kitab berjudul “Adabul Hatif” (Adab Menelepon) dengan sangat bagus, yang mendapat pujian.
Telepon genggam, ponsel (telepon seluler) atau HP (handphone) sesungguhnya sama seperti telepon biasa. Hanya saja ponsel memiliki beberapa fasilitas khusus yang tidak dimiliki telepon rumah biasa.
Salah satu yang membedakan adalah, ponsel lebih bersifat pribadi dan hanya dipegang oleh satu orang tertentu (pemiliknya). Berbeda dengan telepon rumah yang biasanya dipasang di tempat umum, misalnya rumah atau kantor.
Tidak disangkal, ponsel merupakan suatu anugerah yang besar. Sehingga dengan ponsel itu, seseorang bisa menyelesaikan banyak urusannya secara lebih cepat dan lebih mudah. Tetapi perlu diperhatikan pula adanya hal-hal yang bisa menyebabkan hilangnya nikmat syukur pada anugerah besar ini.
Ada beberapa catatan penting agar penggunaan piranti ini lebih bijak dan berhati-hati, sehingga penggunaan piranti ini benar-benar memberikan manfaat seperti yang diharapkan, serta tidak menyebabkan datangnya kemudharatan bagi si empunya.
Beberapa etika
Beberapa etika yang perlu diperhatikan dan dijaga berkaitan dengan penggunaan media digital ini antara lain:
Pertama: Menyingkat pembicaraan. Percakapan melalui media telepon hendaknya dilakukan sesingkat mungkin untuk menghindari pemborosan uang/pulsa jika tidak ada keperluan mendesak, dan guna tidak mengganggu lawan bicara dengan pembicaraan yang panjang. Maka disarankan bagi seseorang yang menelepon untuk menyingkat pembicaraannya ketika menanyakan suatu hal, menghindari pembicaraan yang terlalu lama berbasa-basi.
Hendaknya dia menahan diri untuk tidak terlalu sering menelepon tanpa keperluan yang benar-benar penting. Juga jangan suka mengumbar kata-kata saat menelepon. Karena ada sebagian orang yang betah berlama-lama saat menelepon hingga berjam-jam.
Dalam kitabnya Adabul Hatif, Al-Allamah Syaikh Bakar Abu Zaid berkata, “Hindarilah berlebihan dalam berbicara melalui telepon, sehingga menjadikanmu kecanduan menelepon. Mengingat banyak orang yang telah terjangkit penyakit ini. Sejak bangun tidur, ia sudah menyibukkan diri dengan menelepon dari rumah satu ke rumah yang lain, dan dari satu kantor ke kantor lainnya, sekedar mencari kepuasan belaka dan mengganggu orang lain. Terhadap orang seperti mereka ini, kita hanya bisa berdoa dan menasihatkan agar mereka segera berhenti dari kebiasaan buruknya yang berlebihan (dalam mengumbar kata) itu”. (Adabul Hatif: 32-33).
Kedua, Tidak menyusahkan penerima telepon. Misalnya menelepon orang dan mengujinya dengan pertanyaan: “Apakah kamu mengenalku?” Ketika dijawab “Tidak”, malah mencela dan menyalahkannya karena sudah tidak mengenalnya lagi atau karena tidak menyimpan nomor ponselnya. Padahal si penerima kadang lebih tua darinya, lebih alim atau terpandang. Mungkin dia memang tidak bisa menyimpan nomornya di ponsel atau disebabkan kapasitas ponsel yang penuh dan tidak mampu menampung nomor lebih banyak.
Maka selayaknya si peneleponlah yang harus memperkenalkan diri di awal pembicaraan jika memang ingin dikenali. Hindarilah cara menelepon yang menyusahkan tersebut.
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, berkata:
Aku datang kepada Nabi, lalu aku memanggil beliau. Beliau bertanya: Siapa?” Maka aku jawab: “Saya”. Beliau keluar sambil berkata: “Saya… saya…” (menunjukkan beliau tidak suka dengan jawaban “saya” tersebut). (HR. Bukhari: 6250 dan Muslim 2155).
Ketiga: Menjaga perasaan penerima telepon dan tidak membuatnya tersinggung. Mungkin dia sedang sakit atau sedang di tempat yang tidak layak untuk ngobrol, misalnya di masjid atau saat pemakaman. Atau sedang berbicara di forum orang banyak yang dia tidak ingin memotong pembicaraan mereka, dan sebagainya. Bila ternyata panggilan tidak dijawab, atau dijawab dengan sangat singkat, maka hendaknya si penelepon memaafkan dan memaklumi keadaannya. Serta tidak berburuk sangka kepadanya. Dan bagi si penerima telepon hendaknya memberi tahu keadaannya, atau menjawab dengan singkat pada saat ada kesempatan, yang bisa dipahami oleh penelepon bahwa dia sedang berada di tempat yang belum bisa bicara panjang lebar. Dengan begitu akan lebih menenangkan hati dan jauh dari prasangka.
Keempat: Mematikan ponsel atau mengaktifkan tanpa nada (mode silent, shamit, diam) saat memasuki masjid. Tujuannya agar tidak mengganggu orang yang shalat dan mengurangi kekhusyu’an mereka. Jika terlupa mematikan ponsel atau memasang mode silent, lalu tiba-tiba ada yang menelepon, segeralah matikan atau hilangkan suaranya seketika itu juga. Karena sebagian orang membiarkan ponselnya tetap berdering, bahkan dengan nada musik yang mengganggu. Tidak dimatikan, tidak juga diredam suaranya dengan alasan takut melakukan gerakan selain gerakan shalat. Padahal perlu dia ketahui bahwa gerakannya mematikan ponsel tersebut adalah untuk kekhusyu’an shalatnya, bahkan untuk jama’ah lainnya secara umum.
Sebaliknya kita juga harus berlapang dada jika ada orang yang lupa mematikan ponselnya. Tidak serta merta menegurnya dengan keras dan memandangnya dengan sinis. Terutama jika dia orang yang mudah tersinggung, atau mudah marah. Karena mungkin saja dia tidak sengaja dan hanya lupa. Sehingga tidak seharusnya diperlakukan dengan perlakuan yang menyakitkan.
Cukuplah bagi kita teladan yang baik pada diri Rasulullah ketika beliau sangat berlemah lembut terhadap seorang Badui yang kencing di masjid. Beliau memerintahkan untuk menyiram bekas air kencing itu dengan setimba air.
Abu Hurairah berkata: “Seorang badui berdiri lalu kencing di masjid. Seketika itu juga orang-orang yang hadir menghardiknya. Tapi Nabi berkata pada mereka: “Biarkan dia selesai. Lalu siramlah kencingnya dengan setimba air. Sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah, bukan untuk mempersulit.” (HR. Bukhari)
Kelima: Menghindari penggunaan nada dering lagu dan musik. Karena di dalamnya terdapat larangan keharaman dan celaan terhadap akal orang yang menggunakan nada lagu dan musik tersebut. Karena hal ini sangat mengganggu, terlebih jika sampai dipergunakan dalam masjid atau majlis-majlis umum.
Keenam: Tidak menggunakan ponsel pada saat berada di majelis ilmu atau pada forum-forum besar secara umum. Karena hal itu bisa mengurangi wibawa majelis dan mengganggu orang yang sedang menuntut ilmu. Menyakiti perasaan pembicara yang sedang menyampaikan pelajaran atau materi, dan menimbulkan cercaan terhadap pengguna ponsel tersebut.
Disarankan agar tidak menelepon atau menjawab telepon ketika sedang berada dalam suatu pertemuan yang dipimpin oleh orang yang mulia, diisi oleh pembicara tunggal, atau terdapat orang yang lebih tua dan dimuliakan. Karena menelepon atau menjawab panggilan telepon pada saat itu bisa memutuskan pembicaraan dan mengganggu konsentrasi hadirin. Serta merusak etika berbicara dan bermajlis.
Abu Tammam berkata: “Siapakah yang engkau buat murka atau kau bodohi, sedangkan ia membalasnya dengan kesabaran dan kearifan kau lihat dia memperhatikan pembicaraan dengan sungguh-sungguh dan dengan sepenuh hatinya padahal ia mungkin lebih memahaminya”
Menelepon atau menjawab telepon pada kondisi di atas dimaklumi apabila memang darurat atau ada kebutuhan mendesak yang dikhawatirkan hilangnya kesempatan setelah itu. Tentu dengan tetap menjaga agar tidak memperpanjang percakapan. Dimaafkan juga bagi pemimpin majlis atau orang tua untuk menelepon atau menjawab panggilan telepon. Begitu pula pada pertemuan biasa dengan keluarga atau teman-teman, maka tidak mengapa menerima atau menelepon.
Sangat bijaksana jika seseorang yang akan menelepon untuk minta izin terlebih dulu dan keluar dari forum.
Ketujuh: Jangan merekam pembicaraan atau mengaktifkan suara luar di tengah orang banyak tanpa sepengetahuan lawan bicara. Kadang hal itu terjadi ketika seseorang menelepon salah seorang temannya atau sebaliknya dia yang ditelepon, diam-diam dia merekam pembicaraan tersebut. Atau memperdengarkan suaranya melalui speaker luar, padahal di sekitarnya ada orang lain yang mendengar pembicaraan tersebut. Perbuatan ini tentu tidak pantas dilakukan oleh orang yang berakal, terutama jika pembicaraan itu adalah pembicaraan yang bersifat khusus atau rahasia. Hal ini bisa menjadi bagian dari jenis khianat atau bentuk adu domba. Lebih tidak pantas lagi jika lawan bicara adalah orang yang berilmu, lalu dia merekam semua yang dibicarakannya tanpa sepengetahuannya, kemudian dia sebarkan melalui media internet atau dia tulis ulang dengan melakukan penambahan dan pengurangan.
Syaikh Bakar Abu Zaid, dalam kitabnya Adabul Hatif berkata, “Tidak boleh bagi seorang muslim yang menjaga amanah dan tidak menyukai bentuk khianat merekam pembicaraan orang lain tanpa sepengetahuan dan seizinnya. Apapun bentuk pembicaraannya. Baik tentang agama maupun masalah dunia. Seperti fatwa, diskusi ilmiah, kajian ekonomi, dan sebagainya”. (Adabul Hatif: 28)
Beliau melanjutkan, “Apabila engkau merekam pembicaraannya tanpa izin dan pengetahuannya, maka itu termasuk makar, muslihat, dan pengkhianatan terhadap amanah. Apabila engkau menyebarkan rekaman tersebut kepada orang lain maka lebih besar lagi khianatnya.
Lebih-lebih jika engkau mengedit, merubah pembicaraannya dengan mengurangi, dengan mendahulukan atau mengakhirkan atau bentuk bentuk lain dari bentuk penambahan atau pengurangan, maka engkau telah melakukan kesalahan yang bertingkat-tingkat dan engkau terjatuh pada pengkhianatan yang sangat besar dan tidak bisa ditolerir.
Kesimpulannya, perbuatan merekam pembicaraan orang lain, baik melalui telepon atau media lainnya, jika tanpa sepengetahuan dan seizin orang tersebut, maka tindakan tersebut adalah tindakan maksiat, khianat, dan mengurangi keadilan seseorang. Tidak ada yang melakukannya kecuali orang yang dangkal ilmu agamanya, akhlak, dan etikanya. Terlebih jika pengkhianatannya bertingkat sebagaimana telah dijelaskan di atas. Maka bertakwalah kepada Allah wahai hamba Allah, jangan khianati amanah yang kalian emban dan jangan khianati saudara kalian”. (Adabul Hatif: 29-30).
Kedelapan: Menjaga sopan santun dalam menulis pesan singkat. Kemampuan kirim-terima pesan singkat (SMS) memang merupakan salah satu fitur yang digemari pada ponsel. Namun pengguna ponsel yang berakal haruslah memperhatikan tatakrama dan aturan dalam ber-SMS. Hendaknya dia menulis SMS dengan bahasa yang indah, mengandung pelajaran, kabar gembira, pelipur duka atau menyenangkan. Bagus juga berisi pesan-pesan yang mengandung hikmah, dzikir, nasehat, kata mutiara atau semacamnya.
Kesembilan: Meneliti kebenaran suatu pesan. Jika suatu pesan singkat (SMS) mengandung suatu informasi, maka konfirmasikan dulu kebenarannya sebelum mengirimnya. Jika berisi suatu berita, pastikan dulu bahwa berita tersebut benar adanya. Karena mungkin berita itu akan diteruskan ke orang lain. Pengirim mestinya paham bahwa pesannya bisa saja berpindah tangan, dan tersebar kemana-mana. Bila pesan baik yang dia kirimkan, dia akan mendapatkan manfaatnya. Namun jika pesan buruk yang dia sebarkan, maka bersiaplah menuai akibatnya. Maka perhatikanlah pesan yang akan dia kirimkan itu, akan mendatangkan kebaikan ataukah justru berdampak buruk.
Hal-hal yang juga perlu diwaspadai adalah adanya kebiasaan menulis nasehat melalui pesan singkat untuk melakukan amalan-amalan tertentu tanpa memperhatikan hukumnya syar’i atau tidaknya.
Misalnya nasehat untuk melakukan puasa akhir tahun karena bertepatan dengan hari Senin, mengkhususkan doa tertentu dengan kebaikan atau keburukan seorang tertentu dan pada waktu tertentu, atau mengirim pesan pada seseorang dan mengharuskannya meneruskan pesan tersebut ke sepuluh orang lainya atau sejumlah orang tertentu. Hal seperti ini tidak layak dilakukan. Karena hal itu bisa menjerumuskan seseorang ke dalam hal-hal yang diada-adakan dan bid’ah.
Adapun saling menasehati agar mendoakan kaum muslimin, melaknat musuh-musuh agama, memanfaatkan waktu dan tempat dengan kebaikan dan semisalnya maka hal itu boleh. Tanpa mengkhususkan dengan doa tertentu.
Kesepuluh: Hindari pesan-pesan SMS yang tidak baik. Misalnya mengandung kata-kata jorok, celaan, gambar tak senonoh atau foto-foto porno. Atau ucapan yang memiliki dua makna, baik dan buruk. Pada saat awal membaca pesan tersebut yang ditangkap adalah makna buruk, namun setelah diamati dengan seksama diketahui bahwa maknanya adalah baik. Atau kalimat yang diputus dengan spasi cukup panjang sehingga lanjutan kalimat tersebut baru terbaca setelah menekan tombol ponsel. Semua itu menunjukkan perilaku dan etika yang buruk.
Al-Mawardi berkata: “Dan yang termasuk perkataan buruk, yang wajib dijauhi dan musti dihindari adalah kata-kata yang bertolak belakang. Mulanya dipahami sebagai kata-kata buruk. Lalu setelah diteliti dan dipahami dengan benar ternyata bermakna baik”. (Adabud Dunya Wad Dien: 284).
Dilarang pula bercanda dengan berlebihan. Atau menggunakan kalimat-kalimat cinta, terutama terhadap wanita. Karena wanita sangat suka dipuji dan mudah tergoda rayuan. Ucapan lainnya yang juga dilarang adalah yang mengandung celaan, fitnah dan lainnya. Semua hal tersebut dilarang karena menyelisihi syar’i, merusak adab, dan bisa menghilangkan syukur terhadap nikmat pada perangkat ponsel ini.
Demikianlah berapa petunjuk dan peringatan penting seputar ponsel berikut etika-etika yang harus dilakukan dan kebiasaan-kebiasaan buruk yang harus dihilangkan. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad SAW, seluruh keluarga, serta sahabatnya. [Diambil dari Al Jawaalul Adaab Wa Tanbihaat atau Adabul Hatif (adab menelepon) karangan Muhammad bin Ibrahim Al?Hamd Terjemah dari Islamhouse.com. Editor : Abu Ziyad Eko Haryanto]
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar


See youon next post. Byee~~

Pandangan islam tentang mengidolakan artis korea

Edit Posted by with 179 comments
Sebagai pecinta K-pop (kpopers), mungkin sebagian dari 50 indikasi ini pernah aku lakuin ya. Tapi, semenjak kpop mulai tenggelam dari Indonesia akupun juga mengurangi hal-hal ini lo. Simak yuk apa saja sih indikasi muslim/muslimah yang tejangkit virus kpop dan gimana sih hukum mengidolakan artis korea!

50 Indikasi Muslimah/Muslim Terjangkiti Virus Film/Aktor/Artis Korea (Renungan Untuk Kita Semua)

1. Meng-like page/halaman salah satu artis/aktor korea.

2. Luapan kekaguman dipublikasikan via status.

3. Lagu-lagu korea, meskipun tak dipahami, dijadikan dzikir di lisan

4. Mengganti foto profile dengan foto-foto mereka.

5. Mempelajari bahasa Korea tanpa tujuan yang jelas.

6. Mengikuti perkembangan berita mereka.

7. Mengoleksi foto-foto mereka, apalagi yang beredar di Facebook.

8. Membayangkan atau menghayal menjadi pasangan mereka.

9. Hati begitu bahagia menatap wajah mereka. Ini diikuti senyum tak jelas.

10. Menangis jika acara/film mereka terlewatkan

11. Begitu setia menonton film mereka walaupun menghabiskan waktu berhari-hari untuk menyelesaikan puluhan episode.

12. Mengikuti konser mereka.

13. Tiket konser, walaupun mahal dengan harga yang variasi, akan laris dan akan segera habis.

14. Begitu ridha dan ikhlas menanti di antrian pembelian tiket walaupun suasana membludak.

15. Histeris dan meneteskan air mata bahagia melihat wajah sang aktor yang terlihat tampan.

16. Tak sedikit adegan foto sang aktor sedang berciuman dengan pemain wanita. Lantas para muslimah akan bertutur dengan penuh harap: “seandainya aku.”

17. Mata mereka lebih berbinar cerah memandang wajah sang aktor.

18. Nama akun facebook menggunakan nama sang aktor atau istilah-istilah dalam bahasa korea.

19. Tiada hari tanpa gosip tentang mereka.

20. Judul-judul film mereka menjadi hafalan di luar kepala.

21. Pada tahap ngefans yang akut, ada yang yang melakukan operasi plastik agar wajah lebih mirip tampilan korea.

22. Begitu juga mode pakaian termasuk topi, switer, menjadi incaran walaupun harus mencarinya di rombengan.

23. Berlangganan majalah/tabloid yang khusus membicarakan tentang artis/aktor Korea.

24. Mode-mode yang mereka gunakan akan menjadi tren dan menjadi buruan karena dianggap standar kemewahan.

25. Termasuk dalam mode tersebut adalah celana. Bagi laki-laki dan wanita di zaman ini, celana pensil adalah lambang “gaul”.

27. Gaya rambut baik style maupun warna pun diteladani.

28. Begitu pula dengan gaya jalan. Para artis/aktor memiliki gaya khas dalam berjalan sesuai dengan peran mereka masing-masing dalam drama Korea. Ini juga yang ditiru anak muda.

29. Cara mereka berfose ketika di depan kamera. Ini pun ditiru.

30. Status-status facebook yang dipenuhi bahasa korea namun tidak dipahami.

31. Foto-foto mereka dari koran/majalah/tabloid dikumpulkan lalu dirangkai menjadi sebuah kliping.

32. Foto-foto mereka yang tersebar di internet akan di print kemudian dijadikan album dan dipampang di kamar-kamar. Ini menjadi pelipur hati bagi muslimah.

33. “Cium jauh.” Jemari muslimah akan mengelus-ngelus foto mereka, bahkan mencium foto mereka. Didekaplah di dada.

34. Mengikuti kontes-kontes maupun lomba atau sejenisnya dengan hadiah bertemu sang idola baik di Indonesia maupun di Korea.

35. Semakin memburu alat-alat kosmetik agar kulit tubuh maupun wajah lebih “cingklong” seperti sang idola.

36. Terkadang keinginan bertemu dengan mereka terbawa sampai alam mimpi.

37. Lebih senang mendengar lagu korea.

38. Mengoleksi film-film korea? Tentu saja.

39. Lebih sering ikut fitnes biar badan lebih kekar dan tinggi.

40. Handphone di-setting menggunakan bahasa korea.

41. Begitu pula nada dering atau nada tunggu, menggunakan lagu korea.

42. Melakukan diet agar tampil langsing seperti artis idola.

43. Majelis gosip? Kapan sih wanita tak pernah bergosip ria. “eh, di film yang kemarin dia gagah lho, tapi kok di film ini kurang macoo y?”

44. Hati tak sabar menanti episode demi episode.

45. Hati tak tenang menunggu serial terbaru dirilis.

46. Memantau jadwal tayang di bioskop.

47. Tertarik untuk melakoni pacaran.

48. Memanggil nama pacar dengan nama sang aktor.

49. Menghayal tingkat tinggi karena tersihir senyuman manis sang aktor. Mereka menghayalkan sang artis mendatangi mereka lalu mengecup keningnya.

50. Menghayal menjadi artis/aktor dan ikut bermain peran film bersama sang idola. Bahkan karena melihat cantik sang artis, mereka menghayal melepaskan jilbabnya agar kecantikan diekspos.
Ini menandakan parahnya kualitas cinta. Slogan mencintai Allah dan Rasul-Nya tetap ada namun mulai terkikis dan lenyap oleh deretan nama-nama sang aktor. Inilah bius-bius cinta yang menyihir. Secara perlahan atau cepat akan mengikis kualitas iman apalagi pada saat yang sama banyak kewajiab syar’i terbengkalai dan menumpuknya pelanggaran etika syar’i.
Hukum mengidolakan seseorang tergantung dari sebab kenapa ia mengidolakan orang tersebut? Apabila sebabnya haram maka hukumnya haram, apabila sebabnya halal maka hukumnya halal, demikian pula apabila sebabnya kufur maka ia dihukumi kafir.
Mengidolakan seorang kafir karena permainan sepakbola yang menawan maka hukumnya halal, mengidolakan seorang muslim karena kemaksiatan yang dilakukan maka hukumnya maksiat. Mencintai seorang kafir karena setuju dengan kekafirannya maka ia kafir. Dalam keadaan dipaksa, Seseorang yang mengucapkan kata-kata kekafiran akan tetapi hatinya tetap beriman tidak dihukumi kafir Allah Berfirman: “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. ( An Nahl : 106)
Sebagian orang melihat hukum mengidolakan seseorang ditinjau dari agama sang idola, apabila ia kafir maka hukumnya kafir. Yang dijadikan landasan adalah prinsip al walaa dan al barraaa. Disamping itu mereka berargumentasi dengan firman Allah: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.
(QS al-Mumtahanah[60]:1).
Juga mereka berdalil dengan sabda Rasulullah saw: “Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum melainkan dia akan dikumpulkan bersama mereka pada hari kiamat nanti.”
Naah kalau begitu, kita harus lebih berhati-hati dan selektif ya kalok mau mengidolakan seseorang atau sesuatu. Semoga bermanfaat. :)



See you on next post. Byee~~